Minggu, 20 Maret 2016

SUARA HATI



MENGIKUTI SUARA HATI
Oleh Mutohharun Jinan

Dalam berkehidupan setiap orang membutuhkan kehadiran orang lain yang dapat memberi nasehat dan mengingatkan agar tetap istiqamah pada jalan yang benar dan terhindari dari jalan yang salah. Kehadiran orang lain juga sangat diperlukan untuk menjadi pengingat apakah tata laku dan tutur kata seseorang mengandung kebaikan atau sebaliknya justru mengumbar keburukan. Namun, hampir setiap orang juga menyadari pada waktu tertentu bahwa dirinya sendirilah yang harus menentukan nilai perbuatannya.
Terkadang orang diharuskan menentukan sendiri apakah perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk, bermanfaat atau sia-sia. Diri sendiri dituntut menjadi hakim yang memutuskan apakah sebuah gagasan, rencana, dan program dilakukan atau ditinggalkan setelah mempertimbangkan berbagai hal. Tidak selamanya perbuatan dan perkataan seseorang dinilai benar atau salah diukur dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat atau menunggu nasehat dari orang lain, baik itu orang tua, guru, ataupun sahabat karibnya.

Selasa, 01 Maret 2016

MENJADI PENDENGAR YANG BAIK



Berlatih Jadi Pendengar
(Solopos, Jumat, 5 Februari 2016)

Jadilah pendengar yang baik. Pesan ini sudah sangat dikenal dan menjadi falsafah hidup sebagian orang, meski tidak diketahui dari mana asalnya dan siapa yang pertama menyampaikan. Pesan tersebut merupakan perintah bukan larangan. Rasanya aneh jika ada orang yang menasehati “jangan banyak mendengar”.
Berbeda dengan pesan yang terkait dengan akhlak berbicara, yang narasi pesannya lebih berbentuk larangan, misal, “jangan banyak bicara”. Kalau nasehat berupa perintah, isinya juga mengurangi pembicaraan, misalnya “jagalah mulutmu”. Terdengar aneh bila nasehat dalam bertutur kata dengan perintah supaya banyak bicara.
Para sesepuh menggunakan ilustrasi jumlah mulut dan telinga untuk menekankan perlunya menjadi pendengar yang baik. Bahwa pada setiap orang Allah menciptakan satu mulut dan dua telinga. Maknanya, satu mulut supaya manusia itu menyedikitkan bicara, tidak mengumbar banyak kata. Dua telinga artinya supaya manusia lebih banyak mendengar, merenungi nasehat dan masukan dari orang lain.
Sejumlah ayat Alquran mendahulukan pendengaran sebagai alat yang pertama-tama merekam pengetahuan sebagai sarana bersyukur. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Dijadikan untuk kamu pendengaran, penglihatan, dan kalbu agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl/16: 78).