Senin, 08 Desember 2014

MARTABAT GURU




Martabat Guru
Oleh Mutohharun Jinan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya atau profesinya) mengajar. Pengertian leksikal ini terkesan sangat simplistik dan sederhana meski juga mengandung kebenaran. Dalam bahasa sehari-hari yang biasa disebut guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu kebajikan dan menjadi teladan orang lain dapat juga dianggap seorang guru.Bahkan guru juga dimakna secara impersonal, sebagaimana dalam ungkapan “pengalaman adalah guru terbaik”.
 

Begitu pentingnya guru dalam kehidupan manusia, sehingga tidak satu pun norma sosial, terlebih agama, yang tidak memuliakan kedudukan guru. Dalam setiap lapis peradaban mulai dari yang primitif sampai modern terdapat norma-norma pernghormatan pada sosok guru. Semua agama yang ada di muka bumi ini mengajarkan agar setiap orang menngangkat martabat guru.
Dalam satu riwayat dari Abu Umamah, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah, malaikat, serta penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang berada di liangnya dan ikan di lautan semuanya bershalawat atas orang yang mengajajarkan (guru) kebaikan kepada manusia (HR. Turmudzi).
Dalam Islam guru ditempatkan pada kedudukan yang tinggi. Kewajibannya mengajarkan kebaikan-kebaikan kepada manusia. Rasulullah sendiri adalah seorang mahaguru, sebagaimana diabadikan dalam al-Quran. (QS. Al-Jumuah/62: 2; QS. Al-Baqarah/2: 151). “Kami telah mengutus seorang Rasul diantara kamu, yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikan kamu, serta mengajarkan kepadamu al-kitab dan hikmat, dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Tentu saja bagi seorang guru yang mengajar harus berbekal ilmu yang cukup. Tanpa ilmu ia tidak akan dapat mengajarkan apa-apa. Guru terlebih dahulu mempelajari segenap kebaikan, kebijaksanaan, dan pengetahuan yang akan diajarkan kepada orang lain. Guru yang baik adalah guru yang terus belajar dan membekali dirinya untuk disampaikan kepada orang lain (murid).
Setiap orang tentu pernah belajar kepada guru, baik formal maupun informal. Seorang ilmuwan yang bepengaruh, pemimpin yang menngatur jutaan rakyat, pasti pernah merasakan sentuhan pengajaran dari guru. Guru pertama adalah orang tua yang sejak dalam kandungan sudah mengajarkan berbagai hal tentang etiket kehidupan.
Menginjak usia anak-anak dan remaja setiap orang banyak belajar dari guru-gurunya di sekolah, ruang kursus, di masjid-masjid, dan lain-lain. Di situlah guru mengajarkan berbagai jenis pengetahuan dan keteladanan dalam berperilaku.
Namun di kemudian hari, banyak orang dewasa telah sukses meraih cita-cita justru menganggap remeh dan lupa peran para gurunya ketika masih kanak-kanak. Pada hal merekalah yang pada awalnya mengenalkan pengetahuan dan kebijakan hidup.
Alangkah hinanya orang yang tidak mengindahkan jasa-jasa guru-gurunya yang dahulu membimbingnya. Sungguh rendah warga bangsa yang tidak menejunjung tinggi martabat para guru. Gerakan “Hormati Gurumu” harus menjadi kebiasaan di setiap dan tempat dan waktu, bukan sekadar peringatan melalui upacara tahunan.
Mutohharun Jinan, mengajar di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. Email mj123@ums.ac.id.

Tidak ada komentar: