Martabat Guru
Oleh Mutohharun Jinan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “guru” diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya atau profesinya) mengajar. Pengertian
leksikal ini terkesan sangat simplistik dan sederhana meski juga mengandung
kebenaran. Dalam bahasa sehari-hari yang biasa disebut guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak
usia dini jalur sekolah atau
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang
yang mengajarkan suatu kebajikan dan menjadi teladan orang lain dapat juga
dianggap seorang guru.Bahkan guru juga dimakna secara impersonal, sebagaimana
dalam ungkapan “pengalaman adalah guru terbaik”.
Begitu pentingnya guru dalam kehidupan
manusia, sehingga tidak satu pun norma sosial, terlebih agama, yang tidak
memuliakan kedudukan guru. Dalam setiap lapis peradaban mulai dari yang
primitif sampai modern terdapat norma-norma pernghormatan pada sosok guru.
Semua agama yang ada di muka bumi ini mengajarkan agar setiap orang menngangkat
martabat guru.
Dalam satu riwayat dari Abu Umamah, Rasulullah
bersabda: Sesungguhnya Allah, malaikat, serta penghuni langit dan bumi,
bahkan semut yang berada di liangnya dan ikan di lautan semuanya bershalawat
atas orang yang mengajajarkan (guru) kebaikan kepada manusia (HR.
Turmudzi).
Dalam Islam guru ditempatkan pada kedudukan
yang tinggi. Kewajibannya mengajarkan kebaikan-kebaikan kepada manusia. Rasulullah
sendiri adalah seorang mahaguru, sebagaimana diabadikan dalam al-Quran. (QS.
Al-Jumuah/62: 2; QS. Al-Baqarah/2: 151). “Kami telah mengutus seorang Rasul
diantara kamu, yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikan kamu,
serta mengajarkan kepadamu al-kitab dan hikmat, dan mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui.”
Tentu saja bagi seorang guru yang mengajar
harus berbekal ilmu yang cukup. Tanpa ilmu ia tidak akan dapat mengajarkan
apa-apa. Guru terlebih dahulu mempelajari segenap kebaikan, kebijaksanaan, dan
pengetahuan yang akan diajarkan kepada orang lain. Guru yang baik adalah guru
yang terus belajar dan membekali dirinya untuk disampaikan kepada orang lain
(murid).
Setiap orang tentu pernah belajar kepada guru,
baik formal maupun informal. Seorang ilmuwan yang bepengaruh, pemimpin yang menngatur
jutaan rakyat, pasti pernah merasakan sentuhan pengajaran dari guru. Guru
pertama adalah orang tua yang sejak dalam kandungan sudah mengajarkan berbagai
hal tentang etiket kehidupan.
Menginjak usia anak-anak dan remaja setiap
orang banyak belajar dari guru-gurunya di sekolah, ruang kursus, di
masjid-masjid, dan lain-lain. Di situlah guru mengajarkan berbagai jenis
pengetahuan dan keteladanan dalam berperilaku.
Namun di kemudian hari, banyak orang dewasa
telah sukses meraih cita-cita justru menganggap remeh dan lupa peran para
gurunya ketika masih kanak-kanak. Pada hal merekalah yang pada awalnya
mengenalkan pengetahuan dan kebijakan hidup.
Alangkah hinanya orang yang tidak mengindahkan
jasa-jasa guru-gurunya yang dahulu membimbingnya. Sungguh rendah warga bangsa
yang tidak menejunjung tinggi martabat para guru. Gerakan “Hormati Gurumu”
harus menjadi kebiasaan di setiap dan tempat dan waktu, bukan sekadar peringatan
melalui upacara tahunan.
Mutohharun Jinan, mengajar di Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. Email mj123@ums.ac.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar