Minggu, 11 Oktober 2020

 MENILAI DIRI SUCI


Allah mengingatkan manusia agar memperhatikan dirinya untuk tidak merasa paling suci, yaitu dengan ungkapan fala tuzakku anfusakum (janganlah kamu memandang suci atas dirimu). Allah mengetahui setiap makhluk ciptaanNya dari hal-hal yang terlihat maupun yang tidak terlihat oleh manusia. Allah tahu siapa yang paling baik diantara hamba-hambaNya.

Secara lengkap terjemahan ayat tersebut adalah “(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” (QS. An-Najm/53: 32)

Merasa diri paling suci atau paling beriman, paling bertaqwa, paling baik dari yang lain pada dasarnya merupakan salah satu penyakit ruhani yang mudah menjangkiti dan menjalar pada setiap orang. Penyakit ini bisa mengenai saiapa saja, baik orang yang gemar ibadah dan beramal maupun orang yang malas berbuat kebajikan. Padahal tidak ada jaminan bahwa ibadah dan amal itu menjadikan dirinya mulia di sisi Allah. Karena dimensi amal itu selain dinilai dari manfaat sosialnya masih harus dinilai kadar keikhlasannya.

Dalam ayat tersebut disebutkan Allah lah yang paling tahu kondisi manusia sejak ia diciptakan, dalam kandungan, dilahirkan, menjadi anak, dewasa dan seterusnya. Allah juga yang tahu apakah seseorang itu bersih atau kotor berlumur dosa. Hakikat kebaikan dan keburukan manusia teramat sulit dideteksi, tidak cukup dilihat dari sisi lahiriyah saja, baik uacapan, tulisan, maupun perbuatan. Perilaku lahiriyah hanya sebagian indikator untuk menilai seseorang karena di belakang yang lahiriyah itu bisa jadi mengandung tujuan yang sebaliknya.

Setiap orang berusaha sedemikian rupa menjadi baik, menghindari perbuatan-perbuatan dosa yang dapat mencelakai diri dan orang lain. Untuk dosa-dosa besar yang dampaknya luas barang kali akan mudah terlihat sehingga lebih mudah dihindari. Tetapi dosa-dosa kecil yang lembut dan menyusup kedalam hati akan sulit terdeteksi. Terkadang dosa kecil itu begitu halus dan ringan sehingga seseorang tidak menyadari atau merasa melakukannya, dan menganggapnya tidak perlu dikhawatirkan.

Sifat manusia yang bergolak menjadikannya tidak lepas dari dosa dan kesalahan, betapapun kesalahan itu kecil dan halus. Tentu saja Allah mengetahui dengan jelas semuanya. Karena itu Allah memberikan jalan agar manusia terjamin dan terjaga kebersihannya, yaitu dengan bertaubat. Yang baik bagi pelaku dosa adalah yang segera bertaubat, tidak mengulangi lagi setelah berbuat dosa. Lalu berusaha menjauhi hal-hal yang mendekatkan pada pintu dosa dan keji agar tidak terulang.

Dalam hadis-hadis Nabi disebutkan adanya orang-orang yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad saw. Tetapi mereka yang disebut itu justru semakin menunjukkan kerendahan hati dan menjaga diri dari sifat-sifat yang dapat mengotori hatinya. Mereka selalu berdoa agar terhindar dari hal-hal merusah hatinya, memohon selalu di dalam petunjukNya serta untuk mampu bersyukur.

Istri dan sahabat Rasulullah Muhammad saw. suatu hari bertanya campur heran mengapa setiap malam bangun salat malam sampai dengkulnya lecet. Nabi menjawab, bahwa beliau ingin sekali menjadi hamba yang pandai mensyukuri atas semua hidayah dan anugerah Allah yang dilimpahkan padanya.

Merasa diri paling suci bagian dari kesombongan yang dapat menutup hati untuk bersyukur. Sebaliknya, rendah hati menjadikan seseorang tidak mudah menghakimi dosa-dosa orang lain atau menilai orang lain sebagai kotor dan durhaka.

Mutohharun Jinan, direktur Pondok Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Telah dipublikasikan di Solopos, 28 Februai 2020

Jumat, 07 April 2017

IKHLAS DALAM BERORGANISASI

     Ikhlas (berakar kata khalasha) berarti jernih, bersih, murni, dan suci dari campuran dan pencemaran. Dalam konteks amal ibadah, orang ikhlas (mukhlis) adalah orang yang beramal karena Allah semata, menghindari pujian dan perhatian makhluk, dan membersihkan amal dari setiap yang mencemarkannya. Orang yang mukhlis ialah orang yang tidak perduli, seandainya hilang seluruh penghormatan kepadanya di dalam hati manusia, untuk kebaikan hatinya bersama Allah SWT.
Keharusan ikhlas dalam beramal karena perintah Allah berikut
ومَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah/98:5).
Kata (حُنَفَاءَ ) yang berarti “agama yang lurus” pada ayat di atas maksudnya adalah terjauhkan dari hal-hal syirik dan menuju kepada tauhid. Di sinilah pentingnya ikhlash dalam selurus amal ibadah, agar amalan tersebut tidak sia-sia, dan tidak mendapat adzab dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
            KH. Ahmad Dahlan dalam pengajian-pengajiannya sering kali menyebutkan mahfudhad (kata-kata bijak) berikut: Manusia itu semua mati kecuali para orang yang berilmu, semua ornag berilmu dalam kebingungan kecuali mereka yang beramal, mereka yang beramal semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas.
            Sikap ikhlas, niat tulus kepada Allah, menjadi syarat dan dasar semua amal ibadah. Amal yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan mendapat ridha dan balasan dari Allah dan sekaligus berdampak baik bagi diri dan lingkungan sosilanya. Sebaliknya, amal yang tidak ikhlas atau pamer mengharap pujian orang lain, meski bisa berdampak baik bagi orang lain tetapi akan berdampak buruk bagi diri sendiri dan tidak memperoleh ridha Allah.
             Setiap amal yang diterima Allah, adalah amal yang dilaksanakan berdasarkan kebenaran dan keikhlasan. Yaitu benar maksudnya sesuai dengan syariat, berdasarkan tuntunan, dan mengandung kemaslahatan. Sedangkan yang dimaksud amal yang ikhlas adalah amal yang ditujukan kepada Allah semata.
Diantara ciri penting dari keikhlasan adalah tidak terjebak dalam fanatisme golongan, suku, keluarga, atau kubu. Karena bagi orang yang berjuang membesarkan agama di jalan Allah selalu berlapang dada, luas pergaulannya, dan memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk bersama-sama beramal. Orang yang ikhlas akan merasa senang apabila melihat orang lain yang lebih baik, lebih pandai, lebih mulia akhlaknya dalam beramal. Bukan sebaliknya, iri dan dengki melihat kesuksesan yang dicapai orang lain.
Sifat dan sikap ikhlas dapat dipraktikkan baik untuk diri sendiri maupun dalam berorganisasi. Dalam konteks beramal dan berjuang di Muhammadiyah, orang yang ikhlas tidak pernah terjebak untuk membela kelompoknya sendiri atau memperturutkan pendapatnya sendiri untuk dipaksakan menjadi keputusan organisasi atau orang lai.

Tentu tidak mudah mencapai derajat keilkhlasan yang sempurna dalam seluruh amal perbuatan, tetapi setiap orang harus melatih diri dan berusaha mencapai keikhlasan itu. Melatihkan diri dalam balutan keikhlasan merupakan sikap yang sangat diperlukan dalam memperbaiki kehidupan manusia yang sebenarnya. Sifat ikhlas dapat mengikis sikap hipokrit (kemunafikan) yang sering kali menjadi sumber peteka dalam hidup berorganisasi dan bermasyarakat.

Jumat, 18 November 2016

HOMO ECOLOGIUS



EKOLOGI PROFETIK
 
Pada dasarnya manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan. Karena itu dalam perspektif ekologi manusia juga disebut sebagai homo ecologius  (makhluk lingkungan). Artinya, dalam melaksanakan fungsi dan posisinya sebagai salah satu sub dari ekosistem, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk memahami, menjaga, dan hidup serasi dengan lingkungannya.
Hal itu juga diperkuat dengan dasar-dasar teologis, yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, tentang keharusan manusia memahami, menjaga, merestorasi, dan hidup berdampingan dengan lingkungan. Terlalu mudah untuk menyebutkan landasan normatif tentang seruan agar manusia serius menjaga lingkungan hidup, yang unsur-unsurnya meliputi tanaman, binatang, air, tanah, dan udara.

Selasa, 06 September 2016

ANTAR ANAK


ANTAR ANAK

Beberapa hari sebelum diganti Mendikbud Anies Baswedan menyerukan agar orang tua mengantarkan anaknya hari pertama masuk sekolah, yang sebagian besar  dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2016. Masyarakat menyambut anjuran tersebut dengan antusias.
Ada yang menyambutnya dengan serius sehingga edaran itu dianggap sebagai instruksi atasan yang harus dilaksanakan. Tidak sedikit pula yang menanggapinya dengan biasa saja, atau bahkan dengan candaan, bahwa mengantar anak ke sekolah itu aktivitas yang tidak penting bagi orang tua. Di media sosial topik mengantar anak ke sekolah menjadi bahan candaan atau lelucon baik dalam bentuk cerita maupun gambar.   
Apa pentingnya mengantar anak ke sekolah? Bagi sebagian orang mengantar anak ke sekolah adalah aktivitas yang biasa, sebagai tugas orang tua karena anaknya tidak bisa berangkat sendiri. Sehingga tidak ada sesuatu yang istimewa dalam kegiatan harian itu.
Bagi orang tua yang banyak kesibukan, mendampingi ini anak merupakan kegiatan yang amat langka. Dikatakan langka, karena dinilai kegiatan itu tidak penting. Atau bisa juga langka karena memang kesempatannya sangat terbatas. 
Mengantar anak ke sekolah bukan aktivitas biasa. Hari pertama masuk sekolah merupakan momentum penting bagi orang tua, siswa dan sekolah guna membangun interaksi dalam ekosistem pendidikan. Di samping itu, kegiatan itu dipandang penting dalam rangka untuk melakukan perubahan mental para pelaku pendidikan, khususnya orang tua untuk terlibat aktif dalam pendidikan putra/putrinya di sekolah.
Antar anak ke sekolah merupakan aktivitas yang menunjukkan perhatian dan kelekatan orang tua dan anak. Kelekatan (attachment) antara orang tua dan anak memberi dampak yang cukup signifikan pada perilaku anak di masa depan.
Jika anak memiliki kelekatan yang baik atau secure attachment dengan orang tuanya, maka diyakini anak tersebut akan berkembang lebih optimal dan memiliki perilaku yang positif. Anak akan tumbuh dengan kecerdasan moral dan sosial anak di kemudian hari. Jabat tangan dan lambaian tangan orang ketika anak memasuki gerbang sekolah tetap menjadi pilihan utamanya.
Dalam pemahaman demikian, bagi orang tua seharunya prihatin dan sedih jika tidak sempat mendampingi anaknya menuju ke tempat belajar atau ke sekolah. Orang tua seharusnya merasa kehilangan momentum dan kesempatan menyiapkan generasi masa depan.
Namun dalam masyarakat justru banyak terjadi aburditas dalam menyiapkan generasi. Betapa banyak orang yang beranggapan, bahwa mengantar anak sekolah menjadi penghambat menuju tempat kerja. Alasannya, toh anak sudah besar atau bisa diantar sopir yang lebih tangkas mengendarai mobil.
Kehidupan modern yang serba teknologis mempengaruhi pola hubungan atau kelekatan anak dan orang tua. Komunikasi sangat terbatas karena kesibukan dalam memenuhi tuntutan dan keinginan hidup. Banyak orang yang pergi kerja pagi sebelum anak-anaknya bangun dan pulang kembali ke rumah malam menemui anak-anaknya sudah tertidur.
Ketika ada kesempatan saling bercengkrama malah disia-siakan. Barangkali pembaca termasuk orang yang berkomunikasi dengan anak tanpa perhatian yang sungguh-sungguh. Misalnya, menanggapi pertanyaan dan pembicaraan anak sambil bermain HP.
Yang lebih parah lagi seruan itu menjadi bahan tertawaan. Maka ketika seruan mengantar anak atau mendampingi anak belajar menjadi bahan lelucon, sadar atau tidak, pada dasarnya menertawakan absurditas kehidupan dan keseharian masyarakat kita sendiri.
Masyarakat yang berakhlak luhur adalah ketika manusianya cepat sadar atas abasurditas kehidupannya. Sebaliknya, masyarakat yang berbudaya rendah adalah ketika manusia menertawakan kebodohannya sendiri.
Mutohharun Jinan, dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Selasa, 31 Mei 2016

AWAL PUASA UMS TIDAK LIBUR

Kepada Yth.

1. Pimpinan Fakultas dan Unit,
2. Seluruh Civitas Akademika UMS,

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Bakda salam dan sejahtera, kami sampaikan pemberitahuan bahwa, sebagaimana tahun lalu. Universitas Muhammadiyah Surakarta, TIDAK ADA  LIBUR AWAL PUASA. 
Dengan demikian Hari Senin, 6 Juni 2016 seperti biasa normal masuk kerja 
Demikian untuk menjadikan periksa.

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA, SEMOGA AMAL IBADAH KITA DITERIMA ALLAH SWT. AAMIIN.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

a. n. Rektor
WR. 2

Ir. Sarjito, MT., PhD.